Terkait Pengujian Pembangunan Terminal Tipe B Nabire, Begini Kata Kepala UPTD BPL Dinas PU Papua

Uncategorized292 Dilihat

Papua, transparansiindonesia.com – Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Pengujian dan Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua, Adolof Wakum, mengatakan pembangunan Terminal Penumpang Tipe B Tahun 2016 di Kabupaten Nabire, sebelumnya sudah melewati pengujian sampel kubus beton K-350 kg/cm² pada 21 Januari 2017 lalu.

Menurut Adolof, pengujian sampel yang dibawa pada waktu itu rata-rata dinyatakan baik. Sehingga disarankan kepada lembaga manapun agar mempertimbangkan untuk menggunakan sampel kubus beton dalam menghitung pembayaran.

“Teknisnyakan Beton K-350 adalah kekuatan tekan beton 350 kg/cm², dimana nanti ada sampel yang dibawakan pihak ketiga kepada kami di lab untuk diuji melalui kubus beton ukuran 15x15x15 cm pada umur 28 hari,” jelas Adolof di Kantor UPTD Balai Pengujian dan Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua, Jumat  25 Mei 2018.

Sehingga, kata Adolof, untuk pengujian ini sudah jadi spesifikasi umum teknis di Bina Marga dan jadi acuan untuk keperluan evaluasi mutu beton yang juga dipakai sebagai dasar pembayaran.

Baca Juga >  Karang Taruna Kota Jayapura Fokus Konsolidasi

“Sebab jika kami kembalikan lagi kuat tekan beton itu dalam Peraturan Beton Indonesia (PBI) 1971, menyebutkan bahwa kuat tekan beton diartikan sebagai kekuatan tekan yang diperoleh dari benda uji gugus yang berisi 15cm³ pada umur 28 hari. Sehingga menurut hemat kami, dasar pembayaran yang dihitung mesti menggunakan kuat tekan beton kubus,” papar Adolof.

Ketika ditanya apakah pengunaan coredrill beton cocok untuk penggunaan menghitung pembayaran, Adolof mengatakan kurang pas. Alasannya, dampak dari penggunaan alat itu akan muncul lebih banyak kerugian, karena sifat dari coredrill beton yang lebih merusak.

“Penggunaan coredrill beton masih diperdebatkan, apakah dapat mewakili semua segmen dan struktur beton yang telah dibangun. Di lain pihak, esensi dari pengujian lapangan tak boleh sampai merusak beton yang telah dikerjakan,” jelas Adolof memberi alasan.

Menurut Adolof, disarankannya untuk pengujian lapangan akan jauh lebih baik bila menggunakan metode uji angka pantul beton keras atau hammer test. “Hanya saja, tiap pengujian pasti ada kelemahan. Apalagi saat pengujian lapangan untuk pekerjaan yang sudah selesai. Sebab akan ada banyak lemahnya karena ada (perhitungan) meleset atau deviasi. Hanya apakah yang dites (dengan coredrill beton) bisa mewakili seluruh struktur?” katanya.

Baca Juga >  Jelang Pilkada Serentak, Ini Pesan Gubernur Papua untuk Bupati-Wali Kota

Sementara ditanya terkait perbedaan pengujian antara UPTD Balai Pengujian dan Laboratorium Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua dengan yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Adolof enggan menanggapi, tapi hanya memastikan sudah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga pengujian maupun laboratorium.

“Kami tak menanggapi soal perbedaan perhitungan antar lembaga. Yang pasti kami hanya laksanakan tupoksi kami di laboratorium ini. Dimana kemarin sampel pengujian kekuatan tekan beton sudah dilakukan sejak 13 Desember 2016 sampai dengan 28 hari berjalan. Dimana nilai kuat tekan kubus rata-rata di atas standar K-350. Sehingga soal perbedaan perhitungan ini tak berpengaruh terhadap hasil yang kami uji,” papar Adolof.

(red/TI)*

Yuk! baca berita menarik lainnya dari TRANSPARANSI INDONESIA di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *