SULUT, TI – Upaya penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi di wilayah Sulawesi Utara terus dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Setelah Polda Sulut melakukan pemeriksaan sejumlah pejabat Pemprov, kini giliran Polres Minahasa melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah kepala desa diwilayah Kabupaten Minahasa.
Terlihat, para kepala desa (HukumTua) memenuhi panggilan penyidik Tipidkor Polres Minahasa pada Senin (4/10/2024).
Pemeriksaan sejumlah HukumTua tersebut terkait dugaan penyimpangan anggaran perjalanan dinas dalam kegiatan studi tiru dan bimtek tahun 2022-2023.
Pemanggilan dan pemeriksaan sejumlah HukumTua tersebut dibenarkan oleh Kapolres Minahasa melalui Kasat Reskrim AKP Edi Susanto.
“Yahh benar saat ini Polres Minahasa memeriksa sejumlah HukumTua, dan sudah ada 16 HukumTua yang di mintai keterangan terkait penggunaan anggaran perjalanan dinas untuk studi banding,” jelasnya.
Gelombang pemeriksaan terus berlanjut di Mapolres Minahasa, kali ini giliran para Hukum Tua (Kepala Desa) di wilayah Kabupaten Minahasa yang memenuhi panggilan penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Polres Minahasa, Senin (4/11/2024).
Pemeriksaan ini terkait dugaan penyimpangan anggaran perjalanan dinas dalam kegiatan studi tiru dan bimbingan teknis (Bimtek) tahun 2022-2023.
Dalam pemanggilan sejumlah HukumTua, setiap HukumTua diwajibkan membawa dokumen pendukung sebagai bukti penggunaan anggaran tersebut.
Dan kasus yang mencuat kepermukaan setelah adanya laporan tentang pungutan liar yang dilakukan oleh dinas PMD Minahasa.
Dikatakan Kasat Reskrim, bahwa para HukumTua diwajibkan membawa dokumen pendukung sebagai bukti penggunaan anggaran tersebut.
Berdasarkan laporan, PMD bersama APDESI yang kepengurusannya diragukan keabsahannya diduga meminta setiap desa menyetor Rp.10 juta dari Dana Desa untuk perjalanan studi tiru di Bandung.
Praktik ini disebut melibatkan APDESI yang demisioner, yang dinilai tidak memiliki wewenang sah dalam pengelolaan dana publik.
Seorang sumber dari APDESI menyoroti bahwa anggaran sebesar Rp.10 juta per desa dinilai berlebihan, mengingat estimasi kebutuhan perjalanan dua hari ke Bandung, termasuk tiket pulang-pergi, hanya berkisar Rp. 6 juta.
Total dana yang terkumpul dari pungutan ini diperkirakan mencapai Rp.2 miliar, namun kebutuhan sebenarnya hanya sekitar Rp1,3 miliar, sehingga muncul dugaan adanya kelebihan dana yang perlu dipertanggungjawabkan.
“Jika dana Rp.10 juta per desa benar-benar diminta, harus ada kejelasan mengenai penggunaan selisih anggaran tersebut. Keterbukaan informasi ini penting bagi masyarakat,” tegas sumber tersebut.
Langkah yang dilakukan oleh Polres Minahasa dalam upaya pemberantasan korupsi, mendapat support dan dukungan dari lembaga swadaya masyarakat aliansi masyarakat transparansi indonesia (LSM-AMTI).
Dimana melalui Ketua Umum DPP LSM-AMTI, Tommy Turangan SH mengatakan bahwa pihaknya sangat mendukung penuh langkah penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pihak aparat penegak hukum.
“Support penuh tentunya, para maling-maling uang rakyat harus dihukum, maka pemeriksaan harus menjadi prioritas guna menyelamatkan uang negara dari para koruptor,” tegas Tommy Turangan SH. (T2)*