Rumah Nawacita Dorong Pola Reforma Agraria Pasca-Putusan MA di Pelalawan, Riau

Berita Utama, Hukum190 Dilihat

Pekanbaru Transparasi Indonesia.com – Rumah Nawacita menggelar ‘diskusi media’ menyikapi putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 terkait lahan dan kawasan hutan di Kecamatan Langgam, Pelalawan, Riau. Putusan itu menurut Rumah Nawacita menjadi pintu masuk mengusut legalitas perkebunan kelapa sawit di sekitar objek perkara.

Diskusi yang digelar di Pekanbaru, Kamis (30/1/2020) menghadirkan narasumber akademisi Universitas Riau, Erdiansyah, SH, MH (Pakar Hukum Pidana), perwakilan masyarakat Gondai, Firman dan Founder Rumah Nawacita – Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI), Raya Desmawanto, MSi.

“Kita mendorong agar negara hadir dalam dinamika yang terjadi di daerah tersebut. Yakni membumikan secara konkret reforma agraria, apakah lewat skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) ataupun Perhutanan Sosial (PS). Diskusi ini mengupas peluang itu dapat dilakukan serta aspek-aspek pidana lain yang berpotensi dikembangkan,” tegas Founder Rumah Nawacita-RJCI, Raya Desmawanto, M. Si dalam kegiatan diskusi tersebut.

Akademisi Universitas Riau, Erdiansyah, SH, MH dalam forum yang sama menegaskan, putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib dan patut dieksekusi, sekalipun ada upaya hukum yakni peninjauan kembali.

“Ini untuk kepastian hukum,” tegas Erdiansyah.

Berikut pernyataan lengkap dari Rumah Nawacita:

1.Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 dengan objek lahan perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan negara seluas 3.323 hektar di Kecamatan Langgam, Pelalawan Riau telah berkekuatan hukum tetap dan proses eksekusi putusan tersebut telah dilakukan dan masih terus berjalan sampai saat ini.

2.Putusan tersebut membuka fakta baru bahwa pembukaan perkebunan kelapa sawit tersebut ternyata berada dalam kawasan hutan yang telah dibebankan haknya oleh negara kepada PT Nusa Wana Raya (NWR). Di mana objek putusan tersebut adalah bagian dari hutan tanaman industri yang dibebankan hak hutan tanaman industri (HTI) PT NWR.

3.Kasus hukum ini seyogianya menjadi pintu masuk pada “kehadiran negara” untuk melakukan penataan agraria pada lahan/ hutan baik yang berada lama kawasan hutan atau non kawasan hutan untuk dapat dikelola oleh masyarakat secara tepat sasaran, pasti dan efektif untuk menopang ekonomi masyarakat.

Baca juga:  LSM-AMTI Soroti Dugaan Pungli Di Faked Unsrat

4.Bahwa penataan agraria yang lewat program reforma agraria sebagaimana diatur secara lengkap lewat Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PTKH), Peraturan Presiden nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria serta Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 3 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksaan Tugas Tim Inventarisasi dan Verifikasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Inver PTKH).

5.Berkaitan dengan poin keempat (4) di atas, maka Rumah Nawacita berpandangan:
1.Pemerintah harus memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap izin perusahaan konsesi yang memiliki legalitas sebagaimana sesuai putusan MA di atas.
2.Pemerintah Provinsi Riau, secara khusus Satgas Penertiban Lahan/ Hutan Ilegal yang ditetapkan melalui SK Gubernur Riau nomor: 1078/IX/2019 tertanggal 25 September 2019 sesuai kewenangannya diminta menelisik dan menyelidiki legalitas penguasaan lahan/ hutan yang berada di sekitaran objek kasus hukum di atas. Karena berdasarkan penelusuran di situs www.mongabay.co.id disebutkan bahkan areal yang dikelola oleh PT Peputra Supra Jaya sesuai SK Bupati Pelalawan nomor: Kpts.525.3/DISBUN/2011/113 tanggal 27 Januari 2011 tentang Izin Usaha Perkebunan-Budidaya (IUP-B) adalah seluas 1.500 hektar. Namun, berdasarkan investigasi tersebut diperoleh informasi bahwa rincian areal kelola perusahaan tersebut, yakni:
a) Areal Kebun Inti IUP seluas 1.281 dengan rincian sekitar 307 hektar dalam kawasan hutan produksi tetap dan 974 hektar dalam kawasan areal penggunaan lain.
b) Areal kebun inti non IUP seluas sekitar 2.134 hektar dengan rincian sekitar 88 hektar dalam kawasan hutan produksi terbatas, 1.993 hektar dalam kawasan hutan produksi tetap dan 53 hektar dalam areal penggunaan lain (APL).
c.) Areal yang diklaim sebagai kebun plasma seluas 5.909 hektar diklaim merupakan kerjasama koperasi.

Jadi, diduga kuat bahwa PT PSJ mengelola atau mengerjakan lahan seluas 9.324 hektar. Di dalam keseluruhan lahan yang dikelola tersebut seluas 3.323 hektar adalah merupakan objek dalam putusan MA yang telah dan sedang dieksekusi.

Baca juga:  Polres Metro Bekasi Kota Ungkap Kasus Pencabulan Anak Di Bawah Umur

3.Bahwa berdasarkan pemaparan dalam poin kedua (2) di atas, maka Satgas Penertiban Lahan/ Hutan Provinsi Riau memiliki kapasitas dan kewenangan untuk menelusuri lebih lanjut keberadaan legalitas penguasaan lahan kebun, baik yang berada di dalam kawasan hutan maupun areal penggunaan lain, termasuk mengambil langkah tindakan hukum (litigasi) dan non litigasi. Hasil pemeriksaan Satgas tersebut akan menjadi pintu masuk untuk mengarahkan lahan-lahan tersebut sebagai objek reforma agraria, apakah diselesaikan dengan skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) ataupun Perhutanan Sosial (PS). Dengan demikian, masyarakat akan bisa menjadi subjek penerima program reforma agraria pada areal tersebut, diluar kawasan yang telah diberikan izin legal kepada perusahaan NWR.
4.Bahwa keberadaan Tim Inventarisasi dan Verifikasi (Inver) Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PTKH) Provinsi Riau yang disahkan oleh Gubernur Riau, juga harus ikut secara aktif menelusuri dan melakukan pendataan lahan-lahan yang disebutkan dalam poin kedua (2) di atas. Hal tersebut seleras dengan keberadaan Tim Inver untuk melakukan proses lanjutan, sehingga keberadaan lahan/ hutan dapat memiliki legalitas penguasaan dan pengelolaan yang jelas secara hukum.
5.Masyarakat yang terkena dampak dari putusan MA kasus di atas, sebaiknya dan seharusnya mendapat prioritas utama sebagai subjek penerima objek reforma agraria.
6.Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan harus mengambil langkah inisiatif dan pro aktif yang cepat dan terukur untuk melakukan proses dan tahapan program reforma agraria sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7.Rumah Nawacita akan mengawal dan ikut mendampingi proses reforma agraria pada areal tersebut di atas, sehingga objek dan subjek reforma agraria benar-benar tepat sasaran, berkeadilan dan produktif.
HM
Sumber dari: Founder Rumah Nawacita-RJCI, Raya Desmawanto, M. Si

Yuk! baca berita menarik lainnya dari TRANSPARANSI INDONESIA di GOOGLE NEWS