“Partai-partai kecil sekarang agak sulit yah karena tidak memiliki figur-figur kuat. Beda kalau dulu, di mana partai memiliki figur-figur yang kuat seperti Prabowo Subianto dengan Gerindranya, Wiranto dengan Hanura dan Surya Paloh dengan Nasdemnya,” ujar Syamsuddin di Jakarta, Kamis (3/8/17).
Dengan kondisi seperti itu, menurutnya, mau tidak mau, parpol-parpol kecil harus ikut mendukung figur terkenal, yang mampu menggaet suara dan mendongkrak popularitas.Namun, kata dia, realitas politik yang ada, baru ada dua figur yang kuat untuk bertarung di Pemilihan Presiden 2019. “Pilihan saat ini memang baru dua tokoh yang cukup kuat, yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto, yang lain tidak terlalu sekuat kedua tokoh ini,” tandasnya. Pilihan paling menguntungkan
Disebutnya, pilihan yang paling menguntungkann secara elektoral adalah mendukung Joko Widodo. Selain karena petahana, menurut dia, tingkat elektabilitas dan popularitas Jokowi juga tinggi. “Ini memang tidak terlepas dari kepuasan publik atas kinerja Jokowi dalam tiga tahun lebih menjabat sebagai presiden. Jadi dengan mendukung Jokowi, parpol-parpol kecil bisa mendapat keuntungan secara elektoral,” jelasnya,
Terkait tokoh-tokoh lain khususnya dari kalangan agama, Syamsuddin mengaku belum melihat adanya figur yang kuat. Meskipun, isu agama pasti akan digunakan di pemilu 2019. “Isu-isu agama nanti hanya digunakan dan dimanfaatkan oleh elite-elite politik untuk mendapat keuntungan politik atau menjatuhkan lawan politik. Namun, tidak ada tokoh agama yang cukup kuat dan punya basis untuk tampil sebagai calon presiden atau wakil presiden,” demikian Syamsyddin Harris. (red/TI)