SULUT, TI – Fakta baru terungkap dalam rapat panitia khusus laporan pertanggung-jawaban (Pansus LKPJ) Gubernur Tahun 2024 yang digelar di ruang rapat paripurna DPRD Sulut pada Selasa, 15 April 2025.
Fakta baru tersebut, yakni adanya anggaran dana hibah dari pemerintah provinsi Sulawesi Utara dengan anggaran yang cukup fantastis menembus angka Rp.65 Miliar.
Dana hibah tersebut diperuntukkan untuk pembangunan GMIM Christian Center yang ada di kawasan Ring Road Manado.
Anehnya, dana hibah sebesar Rp.65 Miliar dari Pemprov Sulut untuk pembangunan GMIM Christian Center tak pernah dibahas di DPRD Sulawesi Utara, perihal peruntukannya pun di soal.
Adalah legislator dari partai Golkar, Cindy Wurangian yang mempertanyakan besarnya anggaran untuk pembangunan GMIM Christian Center dan masuk dalam laporan dana hibah.
Rapat panitia khusus (pansus) Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Gubernur tahun 2024,yang di gelar di ruang rapat paripurna pada selasa (15/4/2025) mengungkap fakta baru.
Pembangunan GMIM Christian Center yang menelan anggaran cukup fantastis yang bersumber dari dana hibah dan tak pernah di ketahui atau di bahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) perihal peruntukannya inipun di soal.
“Ini Christian Center yang dimana.? Apakah sama dengan Mission Center.?
Karna kalo kita lihat anggaran yang masuk kesana itu sangat besar. Dari data kami dari item-item yang ada kalau di total itu sebesar kurang lebih Rp 65 miliar, ini sangat besar,” tanya legislator partai Golkar ini.
“Anggaran yang sangat besar seperti ini pasti akan melalui pembicaraan yang alot bahkan mengalami banyak revisi. Nah ini dana yang sangat besar mohon di jelaskan seperti apa,” paparnya.
Reaksi keras pun datang dari Ketua pansus Amir Liputo.
“Baru kali ini data dana hibah diberikan secara lengkap kepada kami, yang diberikan kepada kami hanya gelondongan,” ujarnya.
“Dan ini tidak pernah kami bahas di Badan anggaran, baru kali ini kami menerima laporan peruntukannya,” ungkap Liputo tegas.
“Setiap kali kami minta datanya tidak pernah diberikan dan disini kita tidak bicara atau mempersoalkan agama atau golongan tertentu yah, tapi yang kita bicarakan ini uang negara,” jelasnya lagi seraya mempertanyakan siapa yang menentukan dana hibah tersebut.
Sementara itu Louis Schramm mengingatkan bahwa status tanah masih bermasalah dan statusnya yang terkesan ambigu bahkan rancu.
“Status tanah ini masih dalam masalah di gugat ahli waris karena belum adanya kompensasi, dan apa bisa Pemprov sebagai pemberi dana hibah menjadi penerima dana hibah tersebut,” tanya Schramm.
Menanggapi hal ini asisten I pemprov Sulut Denny Mangala mengatakan nomenklatur awal adalah Christian Center yang kemudian berubah menjadi Mission Center.
“Jadi awal pembangunan tempat itu nomenklaturnya adalah Christian Center tapi dalam perkembangannya berubah menjadi Mission Center,” jelas Mangala.
“Status hukum sampai saat ini masih milik pemprov, pada saat serah terima kemarin hanya pengelolaan yang di serahkan ke GMIM,” jelas Mangala.
Hal ini berangkat dari jumlah warga Kristen khususnya GMIM yang berjumlah 800 ribuan tapi belum ada tempat ibadah yang besar, yang bisa menampung 2000an warga, tambahnya.
“Bukan hanya itu saja tapi sebelumnya sudah di bangun tiga buah Islamic Center dan sudah di resmikan yang berada di lokasi Bolsel, Bolmut dan Bolmong,” urainya singkat.
Terungkapnya dana hibah yang tak pernah dibahas di DPRD Sulut tersebut, mendapatkan perhatian serius dari lembaga swadaya masyarakat aliansi masyarakat transparansi indonesia (LSM-AMTI).
Sebagai penggiat anti korupsi, LSM-AMTI melalui ketua umum DPP Tommy Turangan SH meminta agar APH dapat menindak lanjuti adanya kejanggalan pemberian dana hibah Pemprov Sulut untuk pembangunan GMIM Christian Center.
“Meminta agar aparat penegak hukum dapat menindak lanjuti temuan dari pansus LKPJ DPRD Sulut terkait adanya anggaran fantastis sebesar Rp.65 miliar dari Pemprov Sulut yang masuk ke laporan pansus LKPJ untuk pembangunan GMIM Christian Center, padahal ternyata anggaran tersebut tak pernah dibahas di DPRD Sulut,” ujar Turangan.
Ia pun dengan tegas mengatakan bahwa aparat penegak hukum dalam hal kepolisian dan kejaksaan untuk tidak pandang bulu dalam penegakan hukum.
(T2)*