Sulut, TI – Tahun 1974 Gubernur H V Worang meliburkan sekolah menengah dan perguruan tinggi, untuk menolong petani cengkeh saat panen raya. Petani kesulitan buruh pemetik. Gubernur HV Worang memerintahkan Anggota ABRI utk ikut membantu mengerahkan siswa dan mahasiswa menjadi pemetik cengkeh.
Tahun 1978 1979 Gubernur Welly Lasut melakukan “perlawanan” dengan memaksa pedagang cengkeh membeli cengkeh petani dengan harga tertentu. Kebijakan membela petani cengkeh Welly Lasut membuat Pemerintah Pusat “mencopot” Welly Lasut dari jabatan Gubernur. Petani cengkeh protes.
Tahun 1990an. Perdagangan cengkeh di kuasai oleh BPPC yang di pimpin Putera Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putera (Tommy Soeharto). Protes atas monopoli perdagangan dilancarkan beberapa perwakilan petani cengkeh hingga ke DPR RI.
Tahun 2000an hingga 2024, nasib petani cengkeh dibiarkan berhadap-hadapan dengan spekulan dan kapitalis pabrikan rokok.
Posisi tawar petani benar-benar sangat rendah.
Pemerintah tak peduli, pemerintah menonton mekanisme pasar yg sepenuhnya dikendalikan kapitalis dan pedagang. Pemerintah membiarkan petani direndahkan.
Padahal, pendapatan cukai terbesar berasal dari rokok. Padahal, pabrik rokok telah melahirkan banyak taipan di Indonesia.
Padahal, hingga kini posisi tawar petani cengkeh semakin lemah.
Apakah para taipan telah menaklukan penguasa ?
Karena harga cengkeh yang selalu tinggi, banyak petani cengkeh hidup makmur. Di sekitar Manado, Sulawesi Utara, penjualan mobil turut naik seiring perekonomian petani cengkeh yang membaik.
“Akhir tahun 1970an, jual 250 kilogram cengkeh kami sudah bisa beli mobil Datsun,” kata Yan Kolinug, seorang petani cengkeh di Wioi, Ratahan, Minahasa, Sulawesi Utara, seperti tertulis dalam buku Ekspedisi Cengkeh (2013). Hal itu sulit terulang kembali di masa-masa berikutnya. Di masa ketika jaya itu, selain beli mobil, Yan bisa beli tanah.
“Save Petani Cengkeh”