Indragiri Hulu, Transparansi Indonesia.co.id Riau – Lahan Desa Alim, Kecamatan Batang Cenaku, Indragiri Hulu (Inhu), Riau, seluas lebih dari 200 Ha selama puluhan tahun ditanami tanaman Kelapa Sawit oleh PT. Tasma Puja.
Merasa lahan tersebut adalah milik (aset) Desa dan Warga Desa Alim, melalui Tim Kuasa Hukum, B. Fransisco Butar Butar, S.H, Kepala Desa Alim, Ketua Adat, Tokoh Pemuda, Ketua BPD dan lainnya memberikan Kuasa Hukum untuk mengurus permasalahan tersebut.
“2 kali Kita berikan Somasi kepada PT Tasma Puja dan pemberitahuan kepada Kapolsek Batang Cenaku, Camat Batang Cenaku melalui surat tembusan bahwa Tim Kuasa Hukum akan menguasai fisik lahan Desa Alim yang ditanami Kelapa Sawit oleh PT. Tasma Puja,” ujar Butar Butar beberapa minggu yang lalu.
Dijelaskannya, Masyarakat Desa Alim tidak pernah memberikan/menyerahkan tanahnya kepada PT Tasma Puja untuk ditanami kelapa sawit. Akan tetapi di lapangan, hampir seluruh lahan Desa Alim sudah ditanami tanaman kelapa sawit dan selama puluhan tahun hasil panennya dinikmati PT. Tasma Puja.
Ironisnya, saat Awak Media yang tergabung di Organisasi Solidaritas Pers Indonesia (SPI) meliput kegiatan Tim Kuasa Hukum Desa Alim untuk melakukan penguasaan fisik dan pemanenan, beberapa orang Security PT Tasma Puja dan beberapa orang Oknum yang diduga Preman membekingi PT Tasma Puja, mengusir, melarang bahkan dinilai mengancam untuk tidak melakukan aktifitas di lahan Desa Alim, dengan membawa Klewang panjang (Sajam) sejenis Samurai yang disimpan dibalik punggungnya.
Bukan sekali saja, bahkan hampir setiap kegiatan yang dilakukan Tim Kuasa Hukum di areal tersebut, inisial GR yang datang bersama Kawan-kawannya selalu membawa Samurai tersebut.
Seperti yang terjadi pada Kamis (08/06/2023), dihadapan puluhan Security PT. Tasma Puja dan beberapa temannya, GR mengusir dan melarang orang dan Kuasa Hukum Desa Alim untuk memanen sembari akan mengambil Sajam dari balik bajunya.
Entah dapat laporan dari mana, kalau di lahan Desa Alim telah ada yang cheos, Kapolsek Batang Cenaku, Ipda Adam Efendi dan Camat Batang Cenaku, Dudi Sumbari akhirnya mengadakan mediasi di Aula Polsek Batang Cenaku pada Kamis (08/06/2023).
Dalam mediasi tersebut, Awak Media yang tergabung di SPI juga turut hadir mengikuti jalannya mediasi.
Awalnya, mediasi yang dihadiri Kapolsek Batang Cenaku, Ipda Adam Efendi, Camat Batang Cenaku, Dudi Sumbari, Manager PT Tasma Puja, Wawan, Kepala Desa Alim, Edi Purnama, Ketua BPD Desa Alim, Tamrin, Kuasa Hukum Desa Alim, B. Fransisco Butar Butar dan Tim, serta Masyarakat Kepayang Sari, berjalan dengan tertib dan lancar.
Akan tetapi, saat Tim Kuasa Hukum membacakan data yang mereka miliki diantaranya peta batas wilayah yang ditandatangani oleh seluruh Kepala Desa yang ada di Kec. Batang Cenaku, surat kesepakatan yang ditandatangani oleh Ninik Mamak, Peta wilayah dari Kabupaten Inhu dan Provinsi, salah seorang Warga Kepayang Sari bernama Honda (nama panggilan) berdiri tidak sopan dan tidak menghargai ruang mediasi, meminta agar Tim Pengacara untuk tidak melanjutkan membaca dan menunjukkan data-data yang dimiliki oleh Butar Butar. Hal tersebut dilakukannya dihadapan Kapolsek dan Camat Batang Cenaku namun Kapolsek dan Camat Batang Cenaku diam seakan membiarkan hal itu terjadi.
Manager PT. Tasmapuja, Wawan dalam mediasi tersebut memang mengakui bahwa Desa Alim tidak pernah memberikan lahannya untuk dikelola oleh PT. Tasma Puja. Ia hanya mengakui bahwa lahan Desa Cenaku Kecil yang saat itu dikoordinir oleh Honda yang saat ini mereka kelola.
Akan tetapi, saat Butar-Butar menanyakan, kenapa lahan Desa Alim yang tidak pernah diserahkan ke PT Tasma Puja ditanami kelapa sawit?
Dengan singkat Wawan menjawab, silahkan Kuasa Hukum Desa Alim untuk menempuh proses hukum. Begitu juga halnya saat Butar-Butar mempertanyakan HGU PT. Tasma Puja, Wawan hanya menjawab “nanti akan diperlihatkan di pengadilan”.
Mediasi yang rencananya akan dilanjutkan usai Sholat Mahgrib akhirnya terhenti saat salah seorang yang mengaku Wartawan melontarkan kata-kata tidak pantas dihadapan Kapolsek dan Camat kepada Tim Kuasa Hukum hingga suasana dalam aula Polsek Batang Cenaku kacau dan tidak kondusif. Sangat disayangkan pada kejadian itu Kapolsek dan Camat diam saja hingga beberapa menit, karena sudah tidak kondusif Kapolsek pun memukul meja menyuruh wartawan tersebut diam.
Ditempat yang sama, usai mediasi, saat ditanya hasil dari mediasi, Butar Butar menilai mediasi tersebut merupakan salah satu point penting yang mereka miliki. Dimana Manager PT. Tasma Puja mengakui bahwa lahan Desa Alim tidak pernah diserahkan ke PT. Tasma Puja.
Terkait ketegangan yang terjadi di hadapan Kapolsek dan Camat, dimana Oknum Wartawan “menyerang” dengan kata-kata tidak sopan, Butar Butar menilai, Oknum Wartawan tersebut tidak memahami tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) seorang Wartawan dalam menggali suatu informasi untuk dijadikan berita.
Sementara, Suriani Siboro yang tergabung di Tim Kuasa Hukum Desa Alim menilai yang mediasi tersebut tidak berimbang atau berat sebelah, tidak independen.
Menurut Suriani, seharusnya Camat Batang Cenaku kalau mau berpihak kepada Masyarakat meminta legalitas PT Tasma Puja dalam hal ini HGU dan mengambil sikap dengan bukti-bukti yang mereka (Tim Kuasa Hukum-red) perlihatkan.
“Jelas koq data kita. Ada peta wilayah dari Kabupaten, Provinsi, ada surat pernyataan, ada batas wilayah yang ditanda tangani oleh Para Kades. Koq malah Camat menganjurkan untuk melayangkan gugatan,” ucap Suriani.
Lanjutnya, dengan sikap seorang Camat seperti itu, sama halnya tidak menghargai apa yang telah diputuskan oleh pimpinan diatasnya. Padahal seorang Camat di suatu wilayah merupakan perpanjangan tangan dari seorang Bupati. Dalam hal ini, apapun yang telah diputuskan Bupati harus diimplementasikan di wilayah Kecamatan. Lalu, kesepakatan Para Kepala Desa di wilayahnya dapat menjadi acuan untuk melaksanakan hasil dari kesepakatan tersebut.
Dikonfirmasi Sabtu (09/06/2023), Bidang Advokasi DPP SPI, Tantri, S.H, M.H menyayangkan sikap seorang Wartawan yang tidak memiliki etika. Apalagi di hadapan Kapolsek dan Camat yang merupakan pimpinan di wilayah tersebut.
Dikatakan Tantri, sejatinya Wartawan bila mengikuti suatu pertemuan atau rapat, cukup mendengar (merekam), mengambil foto maupun video. Bila kurang jelas atas apa yang disampaikan oleh Narasumber, silahkan bertanya, itupun di luar rapat (door stop).
Lalu, Wartawan harus netral, tidak boleh memihak. Tidak boleh menggiring dengan berbagai opini.
“Makanya Wartawan harus paham Kode Etik Jurnalistik, punya etika dalam bertanya, netral, tidak hanya bermodal ID Card saja,” ujar Tantri.
(Hattan)
Sumber : DPP SPI