Kampar, TI – Beroperasinya kembali galian C yang diduga ilegal di desa Muara Uwai, Kecamatan Bangkinang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, menuai sorotan.
Galian C, dalam bentuk tambang bebatuan beroperasi dengan menggunakan alat berat, dan merusak bumi Bangkinang, mendapat reaksi keras dari masyarakat.
Pengusaha galian C seakan-akan tak peduli dengan kerusakan lingkungan akibat mengeruk perut bumi, tanpa mengantongi ijin.
Dan hal tersebut, mendapatkan reaksi dan sorotan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (LSM-AMTI).
Ketua Umum DPP LSM-AMTI, Tommy Turangan SH mengatakan bahwa aktivitas tambang galian C yang tak memiliki ijin, tentunya dinamakan ilegal, dan harus ada tindakan dari instansi terkait, dan bahkan pihak aparat penegak hukum harus menutup aktivitas galian C tersebut.
Maka dari itu, Tommy Turangan dengan tegas meminta agar aparat penegak hukum dapat mengambil tindakan terhadap pengusaha galian C, dan menutup lokasi tambang galian C tersebut.
Ia tak peduli siapapun yang memback-up, pengusaha tersebut dalam melaksanakan usaha galian C tersebut, karena sesuatu yang dilakukan tanpa ijin, itu dinamakan melanggar hukum, apalagi galian C tersebut mendapatkan penolakan dari warga masyarakat.
“LSM-AMTI dengan tegas meminta kepada aparat penegak hukum untuk menindak tegas pengusaha galian C di desa Muara Uwai, dan menutup lokasi tersebut, sehingga tak akan ada lagi aktivitas pengerukan perut bumi di desa Muara Uwai,” tegas Turangan.
Dijelaskan Turangan pula bahwa terkait galian C atau usaha pertambangan telah diatur dalam undang-undang.
Dimana ia menjelaskan bahwa mengacu Pada Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut .
Bahwa disebutkan orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.
Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana.
“Maka dari itu, tak ada alasan bagi APH untuk mengambil tindakan terhadap adanya aktivitas galian C yang diduga ilegal beroperasi di desa Muara Uwai, lokasinya harus ditutup dan pengusaha galian C tersebut harus ditindak dan diproses hukum,” tegas Turangan.
(T2)*