Pengelolaan Ketapang Tumut Diduga Tidak Transparan

Minsel538 Dilihat

Minsel, transparansiindonesia.co.id – Salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap desa penerima manfaat bantuan anggaran dana desa adalah kegiatan ketahanan pangan desa.

Dimana alokasi anggaran untuk kegiatan ketahanan pangan (Ketapang) desa bersumber dari APBN atau dana desa.

Pengelolaan ketahanan pangan desa, tentunya harus disesuaikan dengan keadaan desa dan memaksimalkan potensi desa yang ada, sehingga ada beberapa kegiatan ketahanan pangan yang dikelola, seperti ketahanan pangan nabati dan ketahanan pangan hewani.

Namun, disalah satu desa yang ada di Kecamatan Maesaan, yakni desa Tumani Utara, disinyalir pengelolaan ketahanan pangan hewani tidak transparan oleh karena beberapa hal.

Pasalnya, pengelolaan dengan objek kelola penggemukan ternak babi, dilakukan diluar desa Tumani Utara, atau dilakukan dilokasi peternakan dari Penjabat HukumTua yang merupakan warga Desa Tumani Selatan.

Ketika awak media ini menyambangi lokasi tempat pengelolaan ketahanan pangan yang berada di belakang rumah kediaman Penjabat HukumTua Tirsa Sondakh, terlihat ada beberapa hewan ternak babi yang berada dikandang.

Namun, ketika dilakukan wawancara, kelihatan jawaban yang diberikan oleh Penjabat HukumTua berbelit-belit.

Dimana, dikatakannya bahwa pengelolaan ketahanan pangan hewani desa Tumani Utara ada 10 ekor babi yang dikelola, dua ekor babi dikelola oleh Sekretaris Desa, satu ekor babi dikelola oleh salah satu perangkat desa.

Baca juga:  Si Jago Merah Beraksi Di Tompasobaru, 1 Rumah Ludes Dan Dua Terdampak

Dan dari informasi yang didapat oleh awak media ini bahwa ada tiga ekor babi yang mati, dan penjabat HukumTua Tirsa Sondakh membenarkan akan hal itu, namun ketika ditanya bukti dokumentasi terkait tiga ekor babi yang mati, penjabat HukumTua tak bisa menunjukkan bukti dokumentasi berupa foto.

Sehingga dugaan tidak transparannya pengelolaan ketahanan pangan hewani desa Tumani Utara, semakin menguat, bahwa pengelolaan ketahanan pangan (Ketapang) Tumani Utara, hanya dikelola oleh penjabat HukumTua sendiri tanpa melibatkan warga masyarakat.

Padahal, pengelolaan ketahanan pangan desa seharusnya melibatkan masyarakat sebagai bentuk dari padat karya tunai desa (PKTD) dalam pemberdayaan masyarakat guna peningkatan roda perekonomian masyarakat pedesaan.

Bahkan, dilokasi kegiatan ketahanan pangan hewani papan informasi yang seharusnya dipampang dilokasi kegiatan pengelolaan tak terlihat, sehingga masyarakat tak bisa atau tidak optimal mengawasi akan pengelolaan ketahanan pangan desa yang anggarannya bersumber dari dana desa, dan yang diperuntukkan bagi masyarakat pedesaan.

Baca juga:  Ketapang Desa Tumani, Pemdes Salurkan Bapok Kepada Masyarakat

Terkait pernyataan penjabat HukumTua Tirsa Sondakh yang mengatakan dua ekor ternak babi dikelola oleh Sekretaris Desa, maka ketika awak media ini, mengkonfirmasi ke Sekdes Tumani Utara, ia membantah bahwa dirinya mengelola dua ekor ternak babi dalam pengelolaan ketahanan pangan.

Selain pengelolaan ketahanan pangan hewani, pengelolaan ketahanan pangan nabati berupa penanaman jagung, ternyata gagal panen, dimana hasil konfirmasi ke penjabat HukumTua bahwa diumur dua minggu HST, tanaman jagung sudah mengering.

Sehingga, dipertanyakan anggaran selanjutnya dalam kegiatan penanaman jagung kemana..?? Apakah dijadikan Silpa atau bagaimana..?

Menurut penjabat HukumTua Tirsa Sondakh bahwa pihaknya akan kembali melakukan penanaman jagung karena jagung yang ditanam gagal panen atau mengering di usia 2 minggu HST (hari sesudah tanam).

Warga masyarakat pun ketika dikonfirmasi oleh awak media ini, tidak mengetahui akan adanya pengelolaan ketahanan pangan hewani di desa Tumani Utara, hal tersebut dikarenakan pengelolaannya dilaksanakan diluar desa, bahkan warga tidak dilibatkan dalam pengelolaan.
(Hengly)*

Yuk! baca berita menarik lainnya dari TRANSPARANSI INDONESIA di GOOGLE NEWS