Riau, transparansiindonesia.co.id – Dugaan terlalu mencampuri urusan para petani sawit dan Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) dilakukan oleh beberapa anggota Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang ada di Kejaksaan Tinggi Riau.
Dimana para JPN diduga melatar-belakangi adanya gelaran Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) dengan menggunakan tanda-tangan dari JPN pada Kejati Riau guna mengesahkan Koperasi abal-abal untuk menjadi tandingan dari Kopsa-M.
Akan halnya tersebut, LSM Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia, menyoroti akan kinerja dari JPN di Kejati Riau yang dinilai terlalu dalam mencampuri urusan para petani sawit yang ada didalam Kopsa-M.
Melalui Ketua Umum DPP LSM-AMTI Tommy Turangan SH, mengatakan dugaan tersebut tentunya sangat mencoreng citra Kejaksaan, maka dari itu ia meminta agar Jaksa Agung memerintahkan Kajati untuk menegur bawahannya yakni JPN yang terlalu ikut mencampuri urusan internal Kopsa-M.
Diduga oleh JPN di Kejati Riau, berusaha melumpuhkan perjuangan sekitar 997 Petani Sawit di Kopsa-M, dengan sengaja dipecah dan berusaha menggelar RALB menggunakan tanda-tangan JPN guna mengesahkan kepengurusan tersebut.
“Demi melumpuhkan perjuangan petani sawit, info yang didapat bahwa ada dugaan campur tangan terlalu dalam dari JPN di Kejati Riau dengan menggunakan tanda tangan jaksa pengacara negara, dan juga diduga melakukan penekanan berbagai pihak yang memiliki otoritas untuk mengesahkan Koperasi abal-abal,” ujar Turangan.
Dijelaskan Turangan pula bahwa tindakan memaksakan kehendak dengan cara melawan hukum adalah bentuk kesewenang-wenangan pejabat dan aparat negara dan merupakan pelanggaran serius, maka dari Jaksa Agung diminta untuk menegur bawahannya tersebut.
Menurut Ketum AMTI Tommy Turangan, RALB yang diklaim diselenggarakan pada 4 Juni 2021 sesungguhnya;
(1) Bertentangan dengan Pasal 24 (3) UU No. 12 Tahun 1992 dan Pasal 18 (2) Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 19/2015 tentang Penyelenggaraan Rapat Anggota Koperasi.
(2) RALB dilaksanakan secara illegal tanpa ada rekomendasi/persetujuan dari Dinas Koperasi Kampar selaku Pembina Koperasi berdasarkan Pasal 20 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI No. 19 Tahun 2015.
(3) Melibatkan orang di luar anggota Koperasi, ‘melibatkan’ anggota yang sudah meninggal dengan memalsukan tanda tangan.
(4) Tidak mencapai kuorum karena hanya segelintir peserta yang juga sebagian besar fiktif.
(5) Mencatut tanda tangan anggota, dan,
(6) Mengangkat saudara Nusirwan sebagai Sekretaris Koperasi tanpa Ketua, yang sebenarnya merupakan karyawan PTPN V.
Aktivis vokal jebolan FH Unsrat mengatakan pula bahwa saat ini 997 petani sawit sedang memperjuangkan hak-haknya melalui pelaporan kepada Satgas Mafia Tanah Bareskrim Polri. Bahkan juga melakukan laporan dugaan tindak pidana korupsi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tindakan memaksakan kehendak dengan cara melawan hukum adalah bentuk kesewenang-wenangan pejabat dan aparat negara dan merupakan pelanggaran serius,” tegas Ketum AMTI.
Adapun landasan hukum ihwal JPN dan kewenangannya tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. Bahkan UU BUMN menegaskan JPN tidak bisa mewakili BUMN karena BUMN adalah badan hukum privat.
“Memang dalam penjelasan UU Kejaksaan dinyatakan bahwa Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi kepentingan rakyat,” tambahnya.
Ia pun kembali menjelaskan dalam konstruksi peristiwa yang dialami oleh Kopsa-M, Jaksa Pengacara Negara justru ikut campur urusan organisasi petani, dalam bentuk pemaksaan pengesahan koperasi secara melawan hukum.
“Jelas ini merupakan tindakan abuse of power (red-penyalahgunaan wewenang) yang menindas petani dan menghamba pada oknum-oknum di lingkungan PTPN V. Yang mana selama ini secara membabi buta menutupi keburukan tata kelola BUMN bidang perkebunan ini,” tukasnya.
Maka dari itu selaku LSM-AMTI melalui Ketua DPP Tommy Turangan, mengatakan;
1. Memerintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi dan Jaksa Pengacara Negara bertindak profesional, netral, dan tidak mencampuri urusan keperdataan antara Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) dan PTPN V.
2. Memerintahkan jaksa pada Kejaksaan Negeri Kabupaten Kampar bertindak profesional dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan di luar kewenangannya.
3. Melakukan pengawasan atas kinerja Kejaksaan Negeri Kampar dalam melakukan proses penegakan hukum.
AMTI pun meminta kepada Komisi Kejaksaan RI, agar Komisi ini melakukan pengawasan, pemantauan atas kinerja, sikap dan perilaku jaksa dalam menjalankan tugas kedinasannya.
“Praktik yang diperagakan oleh sejumlah jaksa pengacara negara pada Kajati Riau, jelas bertentangan dengan tugas kedinasan dan tugas pokok sebagai jaksa,” kata Turangan.
Sebelumnya, 997 petani yang tergabung di Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M). Dalam memperjuangkan hak-haknya, pernah melapor kepada Satgas Mafia Tanah Bareskrim Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (red/TI)*