AMTI Minta Instansi Terkait Selidiki Anggaran BUMDes di Kota Banjar

Nasional254 Dilihat

Jakarta, transparansiindonesia.co.id – Hasil audit diketahui sebanyak Rp 15 miliar anggaran milik BUMDes di Kota Banjar, Jawa Barat, masih menjadi piutang debitur. Itulah menyebabkan sejumlah BUMDes mengalami kemacetan bahkan kolaps.

Hal tersebut terungkap setelah Inspektorat Kota Banjar, menyelesaikan proses audit kinerja terhadap 16 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Termasuk audit sejumlah BUMDes yang kondisinya sakit-sakitan atau tidak produktif.

Kepala Inspektorat Kota Banjar, Agus Muslih mengatakan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab sejumlah BUMDes mengalami kemacetan pembayaran, sampai mencapai nominal Rp 15 miliar.

“Jadi manajemen penagihan kurang optimal, bisa dari pihak debitur sendiri. Misalnya karena dulu persepsinya menganggap bahwa anggaran BUMDes itu sebagai dana hibah,” katanya Agus.

Kemudian, lanjutnya, faktor lainnya ada juga yang karena memang mengalami kegagalan usaha. Dan ada juga yang karena dipinjam secara pribadi oleh pengurusnya, tanpa menggunakan mekanisme atau prosedur yang benar.

Selain itu, sifat simpan pinjam ada yang sampai 80% dari seluruh permodalan Bumdes di Kota Banjar, yang dulunya berasal dari UPK pada tahun 2007-2009.

“Dari hasil audit secara umum, kondisi BUMDes ini sudah kurang sehat. Penyebabnya, karena memang ada kemacetan dari unit usaha simpan pinjam itu,” ujarnya.

Baca juga:  Adu Banteng Truk VS Bus Di Manyaran Wonogiri, Satu Orang Terluka

Lanjut Agus Muslih menyebutkan, dari 16 jumlah BUMDes yang telah pihaknya audit, sebanyak 9 BUMDes kondisinya sudah tidak aktif lagi. Karena memang banyak mengalami kemacetan.

Sedangkan yang kondisinya mati suri atau tidak produktif ada 5 BUMDes. Sementara yang masuk kategori produktif hanya satu yaitu BUMDes Desa Mekarharja.

“Setelah kita audit, hasilnya hanya ada 1 BUMDes yang produktif. Dan itu karena sekarang sudah tidak aktif bergerak dalam sektor jasa simpan pinjam,” tandas Agus Muslih.

Sementara dari hasil audit tersebut setelah pihaknya teliti, ternyata dari masa 3 tahun berturut-turut kemampuan BUMDes dalam menghasilkan PADes hanya sebesar 3% saja.

Artinya, dalam satu tahun berarti hanya mendapatkan penghasilan atau laba rata-rata sebesar 1%. Dan itu juga belum termasuk biaya untuk operasional. Sehingga kondisinya memang perlu direvitalisasi, karena sudah tidak sehat lagi.

“Jika membandingkan dengan hasil pendapatan yang hanya satu peran itu, memang kondisinya sudah tidak sehat lagi, dan perlu revitalisasi,” ujar Agus.

Baca juga:  Menurut AMTI; Pemeriksaan Pejabat Tak Ada Kaitannya Dengan Pilkada, Tapi Murni Penegakan Hukum

Namun demikian, menurutnya, dari hasil audit untuk sumber daya manusia dan tata kelola manajemen yang berjalan saat ini sudah cukup baik.

“Buktinya adalah dengan pelaporan pembukuan yang tertib secara administrasi, sudah memenuhi standar prosedur,” terangnya.

Kemudian, lanjutnya, adanya regulasi seperti Perdes sebagai acuan hukum, dan adanya kantor sebagai tempat kerja atau sekretariat.

“Kalau dari sisi administrasi dan tata kelola memang sudah bagus. Cuma dari sisi kinerja keuangan, pemanfaatan dan pengembangan itu perlu penyelesaian secara komprehensif,” pungkasnya.

Akan hal tersebut, mendapatkan perhatian dari Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (LSM-AMTI), dimana melalui ketua umum Tommy Turangan SH, meminta agar pihak yang berkompeten untuk menyelidiki akan hasil dari Inspektorat Kota Banjar tersebut.

“AMTI minta agar instansi terkait dan pihak yang berkompeten untuk menyelidiki akan temuan dari hasil audit Inspektorat Kota Banjar, dan juga agar BUMDes dapat dikelola dengan baik sebagai sumber PADes,” ujarnya.

(Jepri)*

Yuk! baca berita menarik lainnya dari TRANSPARANSI INDONESIA di GOOGLE NEWS