Bolmong, transparansiindonesia.co.id – Warga Bolaang Mongondow dengan tegas menolak kehadiran dua perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Desa Tanoyan, Kecamatan Lolayan, Bolaang Mongondow.
Dua perusahaan tambang emas tersebut yakni, perusahaan tambang emas PT Bangun Bersama Sulut (BBS) dan Bangun Bersama Manado (BBM).
Seperti yang disampaikan Aliansi Masyarakat Adat Hulu Ongkag. Aspirasi penolakan tambang emas itu, disampaikan langsung Ketua Aliansi Adat Hulu Ongkag, Zakaria Kobandaha yang didampingi Sekretaris Sumitro Amparodo, kepada sejumlah wartawan, Sabtu, 27 Maret 2021.
“ Saya selaku ketua aliansi adat hulu ongkag mewakili masyarakat desa dengan tegas menolah kehadiran kedua perusahaan tersebut untuk melakukan pertambangan di wilayah kami, dan kami akan lawan dengan cara apapun,” Tandasnya.
Zakaria menegaskan, penolakan itu dilakukan mengingat lokasi yang akan dijadikan pertambangan emas oleh kedua perusahaan itu, adalah tambang masyarakat adat Desa Tanoyan Bersatu yang telah dikelola secara turun temurun sejak tahun 1987, dan telah menjadi sumber penghasilan utama masyarakat setempat.
“Lokasi tambang itu berada di wilayah adat desa tanoyan bersatu sudah menjadi milik masyarakat adat sejak tahun 1987, dan telah menjadi sumber penghasilan utama masyarakat adat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah tanah adat,” Tandas Zakaria.
Diketahui, Aliansi Masyarakat Adat Hulu Ongkag merupakan bagian dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), yang dibentuk di Desa Tanoyan bersatu, Kecamatan Lolayan Provinsi Sulawesi Utara.
Aliansi masyarakat adat ini, sudah sejak awal telah bersepakat dan berkomitmen untuk menolak segala bentuk perusahaan yang akan masuk untuk lakukan pengelolaan pertambangan emas di wilayah tersebut.
Sekertaris Komunitas Adat Hulu Ongkag, Sumitro Amparodo menambahkan, kedua perusahaan yang bakal masuk mengelola wilayah pertambangan emas Desa Tanoyan Utara dan Desa Tanoyan Selatan itu, bakal mengelolah pertambangan emas seluas 1.300 hektar.
Dimana didalam lokasi 1.300 hektar tersebut, adalah milik masyarakat adat Desa Tanoyan bersatu yang saat ini sedang dikelolah oleh masyarakat di desa, sehingga merekapun tak ingin wilayah itu di kelola oleh perusaan pertambangan.
“Kalau itu merupakan program pemerintah silakan di jalankan, tapi jangan di wilayah adat kami yang harus diserahkan kepada perusahaan,” Terangnya.
Sumitro menambahkan, seharusnya pemerintah menjamin keamanan penambang tradisional yang ada di willayah adat tanoyan dengan menjadikan wilayah adat kami sebagai WPR seperti yang telah dijanjikan beberapa waktu lalu.
Sumitro juga menyinggung soal Koperasi Potoladan Jaya yang akan beroperasi di wilayah pertambangan adat tanoyan bersatu, dimana dengan tegas juga akan mereka tolak bersama dengan dua perusahaan tambang PT BBS dan PT BBM.
“Kami masyarakat adat tanoyan dengan tegas menolak koperasi potoladan jaya itu, mereka tidak ada hak untuk melakukan kegiatan di wilayah potolo yang berada di wilayah desa tanoyan selatan. Wilayah potolo masuk dalam peta adat,” tegasnya.
Yang sama juga disampaikan Lembaga Siwadaya Masyarakat (LSM) Aliasi Indonesia, Hery Lasabuda mengungkapkan, bahwa penolakan yang dilakukan masyarakat adat itu, adalah langkah yang baik untuk mempertahankan tanah adat dari penguasaan kaum penguasa atau berduit.
“ Yang dilakukan masyarakat adat Ini adalah langkah yang baik, kita harus bercermin dari di daerah lain, ketika masuknya perusahaan dengan modal uang yang besar lakukan pengelolaan tambang emas. Masyarakat setempat hanya menjadi penonton di tanahnya sendiri, dan ini harus dilawan sebelum terlambat,” Terangnya.
Iapun dengan tegas mengungkapkan kalau dirinya siap bersama-sama dengan masyarakat adat di desa tanoyan untuk lakukan perlawanan terhadap masuknya perusahan atau bentuk apapun.
“ Kalau memang diperlukan kami akan siap bersama-sama dengan masyarakat untuk lakukan perlawanan, kita adalah masyarakat adat yang diikat oleh adat istiadat, tidak bisa seenaknya mencaplok kekayaan yang ada di dalam wilayah kami, “ Tandasnya. (***)