Minsel, transparansiindonesia.co.id — Setiap desa oleh Peraturan Menteri Keuangan mewajibkan menganggarkan anggaran untuk penanganan Covid-19 dari dana desa karena bila tidak dianggarkan akan dipotong anggaran Dandes pada tahap tiga nanti.
Sementara itu oleh Permendes, memberikan syarat yang berat bagi para HukumTua untuk masyarakat calon penerima BLT-Dandes, dimana harus memenuhi 9 Kriteria dari 14 Kriteria yang ditetapkan.
Polemik atau kebingungan yang dihadapi oleh para HukumTua di Minahasa Selatan, untuk mengalokasikan anggaran BLT-Dandes, ikut juga menjadi perhatian dari seorang Altin Sualang SSTP.MPA.
Sejumlah saran bagi HukumTua, dalam melaksanakan tugas untuk menganggarkan penanganan Covid-19, disampaikannya karena muncul beberapa pertanyaan di media sosial terkait Anggaran Dandes untuk penanganan Covid-19, seperti anggaran untuk Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-Dandes).
Oleh Sekretaris Dinas PMD Minsel tersebut bahwa, setelah Ia mempelajari dan mendalami mengenai Peraturan Menteri Desa, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri, ia memberikan beberapa saran bagi para HukumTua untuk penanganan Covid-19, Melalui anggaran Dandes 2020.
Saran tersebut, menurutnya bisa juga dijadikan rujukan bagi para HukumTua, namun juga bahwa perlu dipahami oleh para HukumTua akan karakteristik dari setiap desa itu berbeda-beda, yang dimana penerapan ditiap desa pula akan berbeda.
Hal yang pertama dikatakan oleh Altin Sualang sebagai saran bagi para HukumTua, yakni bahwa HukumTua harus memahami BLT-Dandes hanyalah satu dari sekian jawaban untuk menangani permasalahan dampak Covid-19, jadi jangan paksakan BLT-Dandes untuk menjawab semua masalah yang ada didesa terkait penanganan Covid-19.
Yang Ke-dua dan memang sangat penting bahwa jarang satu kebijakan pemerintah yang bisa memuaskan seratus persen masyarakat, maka dari itu pemimpin (HukumTua) harus bijak dalam mengambil keputusan dengan resiko terkecil.
Ke-tiga, dimana semua desa diwajibkan menganggarkan BLT-Dandes karena apabila Pemerintah Desa tidak menganggarkannya, Sanksinya berupa akan ada pemotongan Dandes di Tahap Tiga nanti, dan itu berdasarkan PMK nomor 40 tahun 2020.
Ke-empat, untuk BLT-Dandes Dianggarkan dalam bidang belanja tak terduga, dimana kategorinya untuk Dandes hingga Rp.800 juta menganggarkan sebesar 25 persen, Dandes hingga Rp.1,2 Milliar menganggarkan sebesar 30 persen dari Dandes dan untuk Dandes Rp.1,2 Milliar keatas menganggarkan sebesar 35 persen, dan kemudian pertanyaannya apakah desa bisa menganggarkan kurang dari jumlah tersebut, dikatakan Altin Sualang ternyata bisa dianggarkan.
Poin ke-lima Altin mengatakan bahwa untuk proses penyaluran BLT-Dandes bisa disalurkan secara tunai, bisa juga secara non-tunai sesuai dengan edaran menteri desa.
Poin ke-enam mengenai prosedur penyaluran BLT-Dandes kepada warga, yakni dimulai dengan pendataan warga dari Relawan Covid-19 desa, berdasarkan syarat-syarat yang dikeluarkan oleh Kemendes, kemudian ditetapkan dalam Musdes khusus bersama BPD, dan tokoh masyarakat, selanjutnya diajukan kepada Camat selaku perpanjang-tanganan Bupati, untuk selanjutnya disahkan sebagai penerima BLT-Dandes.
Saran atau rujukan ke-tujuh dari Altin Sualang yakni tentang Padat Karya Tunai (PKT), yang bisa menjadi solusi bagi masyarakat dalam penanganan Covid-19, menurutnya PKT tidak sebatas pada pembangunan fisik, tapi bisa untuk pemeliharaan aset desa seperti, pembersihan drainase, pemeliharaan sumber mata air, jaringan air bersih, pemeliharaan jembatan, jalan, pemeliharaan lahan pekuburan, serta pemeliharaan aset desa lainnya.
Poin ke-delapan yaitu tentang PMK nomor 40 tahun 2020, yang menyatakan bahwa desa yang tidak menganggarkan BLT-Dandes akan dikenakan sanksi berupa pemotongan dandes, serta juga pengurangan Alokasi Dan Desa, akibat dari berkurangnya Dana Alokasi Umum bagi Pemerintah Kabupaten, sehingga nantinya Setiap desa wajib melakukan APBDes-P untuk penyesuaian tersebut.
Poin ke-sembilan, dikatakan Altin Sualang, untuk mengantisipasi proses perubahan APBDes yang panjang, khusus untuk anggaran Covid-19, desa dapat melakukan perubahan anggaran mendahului perubahan APBDes tetapi tetap melibatkan BPD dengan penetapan berita acara dan kesepakatan bersama, kemudian selanjutnya proses tersebut ditampung dalam APBDes-P.
Poin ke-sepuluh atau yang terakhir, Pria Low Profile tersebut mengatakan selama kondisi daerah masih berstatus siaga, maka desa tidak bisa menganggarkan sembako untuk warga masyarakat terdampak Covid-19, karena anggaran yang dimungkinkan untuk status siaga yakni anggaran kegiatan pencegahan.
Itulah sejumlah saran atau semacam rujukan dari Sekretaris Dinas PMD Minsel Altin Sualang bagi para HukumTua dalam menata anggaran Covid-19 dari dana desa, sehingga para HukumTua mendapat masukan, dikatakanya pula bila ada HukumTua yang belum paham dengan hal terkait Anggaran Dandes untuk Covid-19, dapat atau bisa berkonsultasi dengan dirinya.
(Hengly)*