Jakarta, transparansiindonesia.co.id – – Sidang kasus suap 16 paket proyek jalan senilai Rp132 miliar dengan terdakwa Bupati Muara Enim nonaktif, Ahmad Yani, menyeret nama Ketua KPK Firli Bahuri.
Kuasa Hukum terdakwa, Makdir Ismail, di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/1), mengatakan tudingan penyuap yakni Elvyn MZ Muchtar yang memberikan sejumlah uang kepada Firli Bahuri semasa menjabat Kapolda Sumsel tidak bisa dibuktikan hanya dari penyadapan.
“BAP hanya menerangkan percakapan antara Elvyn dan kontraktor Robi yang menyebutkan Elvyn akan memberikan sejumlah uang ke Firli Bahuri, sementara Firli tidak pernah dimintai konfirmasi apakah benar dia menerima uang atau tidak,” ujar Makdir Ismail.
Dalam sidang kedua dengan agenda membacakan ekspresi tersebut, Makdir menegaskan kliennya, Ahmad Yani tidak berniat meminta fee sebesar Rp22 miliar dari kontraktor Robi Pahlevi.
Komitmen fee tersebut merupakan inisiatif Elvyn yang mengatur jalannya 16 paket proyek senilai Rp132 miliar, termasuk upaya memberikan US$35.000 kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat Kapolda Sumsel.
Makdir mengatakan Elvyn memanfaatkan silaturahmi antara Firli Bahuri dan Ahmad Yani pada Agustus 2019 untuk memberikan uang senilai US$35.000. Uang tersebut diminta dari Robi yang saat itu berhasrat mendapatkan 16 paket proyek jalan.
Elvyn lantas menghubungi keponakan Firli Bahuri yakni Erlan. Elvyn memberi tahu bahwa ia ingin mengirimkan sejumlah uang kepada Firli Bahuri.
“Tetapi kemudian dijawab oleh Erlan, ‘ya, nanti diberitahu, tapi biasanya bapak tidak mau’,” kata Makdir.
Percakapan itu ternyata disadap oleh KPK. Namun, KPK justru tidak memberitahu kepada Kapolri bahwa Kapolda Sumsel akan diberi sejumlah uang oleh seseorang.
“Sepatutnya upaya pemberian uang itu diketahui Kapolri, kan sudah ada kerja sama supervisi antara KPK dan Polri, meski demikian tidak juga terbukti bahwa Kapolda menerima uang itu,” tegas Makdi.
Selain menyebut dakwaan tidak tepat, Makdir menuding BAP dan dakwaan terhadap Ahmad Yani juga bermaksud menjatuhkan citra Firli Bahuri yang pada saat itu ikut seleksi Ketua KPK.
“Dari majalah Tempo bisa dilihat bahwa ada upaya menjegal Pak Firli agar tidak jadi Ketua KPK, harusnya mereka [eks komisioner KPK) legowo Pak Firli jadi Ketua KPK, bukan malah dibusukkan,” ujarnya.
Mendengar eksepsi tersebut, JPU KPK, Roy Riadi, mengaku terkejut karena pertemuan-pertemuan tersebut tidak pernah terungkap, kecuali bukti percakapan antara Robi dan Elvyn.
“Sejujurnya kami baru tahu ada pertemuan itu, tapi itu kan pengakuan Elvyn yang diceritakan penasehat hukum Ahmad Yani,” kata Roy.
“Pak Kapolda [Firli] juga saya rasa tidak minta uang, karena bisa jadi yang diberi uang itu tidak tahu bahwa mereka akan diberi uang, kalau dari keterangan si pemberi uang ya sah-sah saja,” kata Roy.
Kendati menyeret-nyeret nama Ketua KPK , jaksa tetap pada dakwaan yang menjerat Ahmad Yani dengan Pasal 11 Undang-Undang (UU) No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Eksepsi akan kami jawab terkait keberatan dakwaan saja, soal lain-lain itu nanti saja,” kata Roy.
(red/T2)*
Sumber/harianJogja