Jakarta, transparansiindonesia.co.id — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang Jaksa dan seorang swasta sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait lelang Proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Tahun Anggaran (TA) 2019.
Ketiga orang tersangka itu sebelumnya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Yogyakarta dan Solo, Jawa Tengah, Senin (19/8/2019). Mereka adalah Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta,Eka Safitra,dan Jaksa di Kejari Surakarta,Satriawan Sulaksono serta Direktur Utama PT.Manira Arta Rama Mandiri (Mataram), Gabriella Yuan Ana.
KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, didampingi Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat jumpa pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2019).
Alexander memaparkan, ketiga orang tersangka itu diduga melakukan praktik suap terkait lelang proyek pekerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta.
Proyek infrastruktur bernilai Rp 10,89 Miliar itu dikawal oleh Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) dari Kejari Yogyakarta. Salah satu anggota TP4D ini adalah Eka Safitra.
Di sisi lain Eka memiliki kenalan sesama jaksa, Satriawan Sulaksono. Diduga Satriawan yang merupakan Jaksa di Kejari Surakarta ini mengenalkan Eka kepada Dirut Mataram, Gabriella Yuan Ana, pihak yang mengikuti lelang proyek tersebut.
Selanjutnya Eka bersama Gabriella dan pihak-pihak PT.Mataram membahas langkah pemenangan lelang. Diantaranya dengan menentukan besaran harga perkiraan sendiri (HPS), maupun harga penawaran yang disesuaikan spesifikasi yang dimiliki PT.Mataram. “Selain itu ditentukan juga berapa perusahaan yang akan digunakan untuk mengikuti lelang,” ungkap Alexander.
Bukan cuma itu, Eka selaku tim TP4D juga mengarahkan Kepala Bidang Sumber Daya Air PUKP Yogyakarta, Aki Lukman Nor Hakim menyusun dokumen lelang dengan memasukan syarat harus adanya Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan penyediaan Tenaga Ahli K3.
Eka mengarahkan masuknya syarat tersebut untuk membatasi jumlah perusahaan yang dapat mengikuti lelang, sehingga PT.Mataram bisa memenuhi syarat dan memenangkan lelang,” sambung Alexander.
Pada 29 Mei 2019 akhirnya perusahaan Gabriella yang menggunakan bendera PT.Widoro Kandang (PT.WK) diumumkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp 8,3 Miliar. “Diduga komitmen fee yang sudah disepakati adalah 5 persen dari nilai proyek,” kata Alexander.
Alexander menambahkan, ada tiga kali realisasi pemberian uang untuk Eka. Pertama sebesar Rp 10 juta pada 16 April 2019, kemudian Rp 100,870 juta pada 15 Juni 2019 dan Rp 110,870 juta 19 Agustus 2019. “Sisa fee 2 persen, direncanakan akan diberikan setelah pencairan uang muka pada minggu keempat bulan Agustus 2019,” imbuh Alexander.
KPK kemudian mengamankan uang Rp 110,870 juta saat OTT sebagai barang bukti yang diduga merupakan penerimaan ke-3 dalam perkara itu.
Atas perbuatannya, Eka dan Satriawan diduga sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, Gabriella diduga pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(red)*