Jakarta, transparansiindonesia.co.id — Tahun baru 2019 belum genap satu bulan. Masih segar dalam ingatan kita bahwa 2018 menjadi tahunnya PDIP, tahun dimana jajaran elitenya tersandung mega skandal korupsi. Mulai dari elite daerah dari PDIP yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK, hingga dugaan keterlibatan korupsi elite papan atas PDIP dalam sejumlah kasus.
Namun sayang, yang ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK baru kroco-kroco (elite daerah). Sementara elite papan atas PDIP yang saat ini mengisi beberapa posisi strategis dalam pemerintahan belum tersentuh sama sekali. Contohnya Puan Maharani/Menteri PMK (dugaan korupsi e-KTP), Pramono Anung/Sekretaris Kabinet (dugaan korupsi e-KTP), Yasona Laoly/Menkumham (dugaan korupsi e-KTP), dan Ganjar Pranowo/Gubernur Jateng (Korupsi e-KTP).
Belum habis kemuakan publik atas keserakahan politisi ‘maruk’ ditahun lalu, kini muncul kesaksian dugaan keterlibatan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dalam kasus suap perizinan Meikarta. Lagi-lagi ‘orangnya’ PDIP. Hal tersebut semakin meyakinkan publik bahwa PDIP sedari dulu belum berbenah dan masih bertahan dengan status jawara korupsinya.
Dalam kesaksian Bupati Bekasi dalam sidang lanjutan kasus suap perizinan Meikarta, Neneng Hasanah Yasin mengaku pernah dipanggil keruangan Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Sumarsono di Jakarta. Dalam pertemuan tersebut ia disodorkan telepon yang tersambung dengan Tjahjo. Dari kesaksian Neneng, saat itu dengan terang Tjahjo memintanya untuk membantu perizinan Meikarta.
Dari permintaan Tjahjo untuk membantu perizinan tersebut kepada Neneng yang saat itu berstatus Bupati, tentunya permintaan tersebut sudah mengangkangi tugasnya sebagai Mendagri. Karena pada dasarnya wewenag dan tugas Mendagri adalah perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan umum, otonomi daerah, pembinaan administrasi kewilayahan, pembinaan pemerintahan desa, pembinaan urusan pemerintahan dan pembangunan daerah, pembinaan keuangan daerah, serta kependudukan dan pencatatan sipil.
Dari kesaksian Neneng tersebut patut diduga Mendagri menyalahgunakan jabatannya untuk mengintervensi bawahannya agar memuluskan perizinan Meikarta.
KPK harus segera mengambil sikap dan bertindak. Setidaknya memanggil Mendagri Tjahjo Kumolo untuk dimintai keterangannya. Hal ini untuk menghilangkan anggapan masyarakat kalau KPK berada di bawah bayang-bayang kekuasaan. Apalagi tahun lalu KPK sempat disorot publik ketika nama-nama elite PDIP yang diduga terlibat korupsi e-KTP lenyap dari dakwaan KPK.
Selain itu, Ketua Umum PDIPMegawati Soekarnoputri seharusnya juga menunjukkan sikap dan keberpihakannya kepada pemberantasan korupsi. Tidak menutup mata dan telinga, atau memberikan alibi yang seolah-olah membenarkan tindakan koruptif yang dilakukan kader-kadernya. Jangan sampai PDIP terkenal sebagai partai yang mengambil bagian dari peristiwa politik reformasi ’98, tapi gagal melakukan reformasi di dalam organisasinya dan malah mengambil alih perilaku korupstif orde baru.
Korupsi merupakan tindak kejahatan luar biasa. Dalam perkembangannya korupsi telah disejajarkan dengan tindakan terorisme. Selain itu, korupsi juga dapat memberikan dampak negatif terhadap demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan umum.
Apakah kemeresotan demokrasi Indonesia yang ditunjukkan indeks demokrasi dunia, melempemnya ekonomi, dan ketimpangan sosial saat ini berkaitan dengan perilaku koruptif partai penguasa? Jawabannya tentu bisa jadi.
(red)*
Sumber/Berry Salam, Pegiat Masyarakat Berkeadilan