Jakarta/transparansiindonesia.com – Sekjend Partai Golkar Lodewijk Friedrich Paulus memiliki kedekatan emosional dengan Luhut Panjaitan yang nantinya akan menjadi garansi Jokowi dalam Pilpres 2019 mendatang.
“Artinya, tentara itu tidak pernah mati. Kebetulan saya masuk ke sini sama dengan pilihan saya karena salah satu faktor, karena berdirinya Golkar.”
Begitu kata Letnan Jenderal (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus ketika menjelaskan soal jabatan barunya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar. Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu bukan tentara pertama di panggung politik saat ini.
Bahkan komandan Lodewijk saat di Detasemen 81 Antiteror, Luhut Binsar Panjaitan, adalah politikus senior di Partai Golkar. Luhut, yang kini menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman, pernah menjabat Wakil Ketua Dewan Pembina Golkar. Saat ini di Partai Golkar, selain Lodewijk, ada Letjen (Purn) Eko Wiriatmoko.
Dalam sejarahnya, selalu ada purnawirawan jenderal di jajaran elite Golkar. Bahkan pada masa Orde Baru, ketua umum partai itu selalu berlatar belakang militer, kecuali Harmoko. Golkar, yang awal berdirinya bernama Sekber Golkar, mengangkat Brigadir Jenderal (Brigjen) Djuhartono sebagai ketua umum yang pertama. Saat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) I pada Desember 1965, Mayor Jenderal Suprapto Sukowati terpilih sebagai ketua umum.
Setelah itu, Ketum Golkar diisi purnawirawan tentara, seperti Amir Moetono, Sudharmono, dan Wahono. Harmoko menjadi warga sipil pertama yang menjadi Ketum Golkar. Dia menjadi Ketum Golkar ke-6.
Di luar Golkar, ada Jenderal TNI (Purn) Moeldoko di Partai Hanura, Jenderal (Purn) Hendropriyono yang memimpin PKPI, Letjen (Purn) Prabowo Subianto sebagai Ketum Gerindra. Moeldoko baru saja diangkat menjadi Kepala Staf Kepresidenan oleh Presiden Joko Widodo.
Selain nama-nama itu, ada sederet pensiunan tentara yang mengisi posisi penting di parpol dan jabatan politik. Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun mengatakan ditunjuknya Lodewijk sebagai Sekjen Golkar memperkuat bukti bahwa saat ini popularitas tokoh militer di panggung politik tengah naik.
“Bisa kita lihat, tanpa disadari, gelombang bergabungnya tokoh-tokoh militer dalam kabinet Jokowi dan dilanjutkan oleh Golkar menjadi semacam konsensus alam bawah sadar elite politik akhir-akhir ini mereka butuh figur militer menghadapi kompetesi 2019 mendatang,” kata Rico dalam perbincangan Selasa (23/1/2018).
Menurut dia, tafsir tersebut ditunjang oleh data menguatnya persepsi positif publik atas institusi militer beberapa tahun belakangan ini. Bahkan, berdasarkan survei, persepsi positif atas TNI di atas institusi lainnya, seperti KPK, polisi, dan kejaksaan.
Rico pun memprediksi Golkar akan mendapatkan keuntungan elektoral dari masuknya Lodewijk sebagai sekjen. Keuntungan elektoral yang didapat Golkar terutama berasal dari pemilih berusia di atas 40 tahun yang punya memori atas kuatnya figur militer di kancah politik pada masa Orde Baru.
Posisi Lodewijk sebagai sekjen juga mempermudah langkah Golkar mengusung Jokowi pada Pilpres 2019. Lodewijk pernah menjadi bawahan dan direkrut langsung menjadi anggota Detasemen 81 Antiteror oleh Luhut Binsar Panjaitan.
“Dalam kacamata ini, penunjukan Lodewijk dan kedekatan masa lalu dengan Luhut bisa dibaca sebagai ekstensi sekaligus garansi terhadap Jokowi menghadapi 2019,” papar Rico.
Pada Senin kemarin, Lodewijk Freidrich Paulus bicara soal hubungannya dengan Luhut. Dia mengaku dekat dengan Luhut sewaktu di Kopassus.
“Pak Luhut komandan saya waktu di Kopassus. Tahun 1983 saya direkrut, Pak Luhut jadi Den-81 Kopassus,” kata Lodewijk.
Apakah ada intervensi Luhut atas pengangkatan Lodewijk sebagai Sekjen Golkar?
“Apakah beliau (Luhut) ada intervensi, saya tidak tahu,” jawab Lodewijk. (red/TI)*