Kepala BKKBN Tersangka Dalam Kasus Pengadaan Alat KB 191M

Nasional380 Dilihat

Jakarta/transparansiindonesia – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tersangka Kepala BKKBN, SCS dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat KB II batang/ implant tiga tahunan plus inserter tahun anggaran 2015. Kasus ini terjadi di tahun 2015, saat SCS menjabat sebagai Kepala BKKBN.

“Pengembangan yang kasus BKKBN, tersangkanya ini Kepalanya berinisial SCS,” kata Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Arminsyah, di Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (15/9/2017).

SCS diduga melakukan intervensi dalam penyusunan harga perkiraan sendiri dan bekerjasama dengan sejumlah pihak. Selain itu, SCS juga telah mengabaikan hasil kajian cepat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang telah memberi peringatan dalam proses pengadaan.
 “Motifnya kemalahan harga, trus persekongkolan dalam penyertaan dan penggunaan harga penawaran, dukungan publik hanya pada satu pihak. Serta tidak menghiraukan hasil kajian cepat BPKP yang sudah memberi peringatan dalam proses pengadaan,” ujar Arminsyah. 

Penetapan tersangka dilakukan pada Kamis (14/9) kemarin. Saat ini SCS belum ditahan. Rencananya Kejagung akan kembali memanggil SCS sebagai tersangka pada minggu depan.

Baca juga:  Burhanuddin Bertemu Erick, Etika Kejaksaan Dipertanyakan, AMTI Minta Prabowo Copot Keduanya

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 3 tersangka. Ketiga tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT. Triyasa Nagamas Farma berinisial YW, Direktur PT. Djaja Bima Agung berinisial LW, serta mantan Kasi Sarana Biro Keuangan BKKBN berinisial KT.

Kasus ini bermula saat Satuan Kerja Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) pada Direktorat Jalur Pemerintah BKKBN Pusat melaksanakan kegiatan pengadaan Susuk KB II/ Implant Batang Tiga Tahunan Plus Inserter pada 2014 dan 2015. Pagu anggaran saat itu sebesar Rp 191 miliar yang bersumber dari APBN sesuai DIPA BKKBN.

Baca juga:  Adu Banteng Truk VS Bus Di Manyaran Wonogiri, Satu Orang Terluka

Pada saat proses pelelangan berlangsung, terdapat penawaran harga yang dimasukkan oleh para peserta lelang berada dalam 1 (satu) kendali yakni, PT. Djaya Bima Agung. PT Djaya Bima Agung juga sebagai peserta lelang sehingga harga-harga tersebut adalah harga yang tidak wajar dan menyebabkan rendahnya tingkat kompetensi. (red/TI)

Yuk! baca berita menarik lainnya dari TRANSPARANSI INDONESIA di GOOGLE NEWS dan Saluran WHATSAPP

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *